Salah satu kebijakan untuk meningkatkan
pengembangan pariwisata di Indonesia ialah dengan melaksanakan pengembangan pariwisata. Menurut departemen
pariwisata (1990) pada dasarnya kawasan wisata dapat diartikan suatu lahan
dengan batas luas tertentu yang sebagian atau seluruhnya diperuntukkan bagi pengembangan dan telah memiliki kelengkapan prasarana dan sarana pariwisata serta
system pengelolaannya.
Dalam kurun waktu pelita
II samppai dengan pelita IV pengembangan pariwisata dititik beratkan kepada :
(1) Perintisan sebagai pemancing pertumbuhan
(2) Pemerataan pembangunan
(3) Menumbuhkan minat swasta untuk menanam modal. Namun
tuntutan pertumbuhan dalam pelita selanjutnya menghendaki suatu tingkat yang
jauh lebih tinggi, lebih cepat dan lebih luas dampak positifnya.
Sebagaimana sektor lainnya, dalam rangka mendukung
pengembangan sektor pariwisata pantai khususnya penyediaan sarana dan prasarana
fisik sangat diperlukan evaluasi lahan pada suatu kawasan yang akan
direncanakan agar dalam pengembangannya dapat berhasil dengan baik. Berdasarkan
informasi inilah dimungkinkan penggunaan lahan untuk sarana dan prasarana fisik
bangunan sebagai pendukung pengembangan pariwisata pantai dapat dilakukan
secara optimal.
Perlunya informasi tentang sumberdaya lahan ini lebih
terasa lagi dengan adanya kenyataan bahwa persaingan penggunaan lahan di daerah
pantai baik untuk keperluan pariwisata maupun pariwisata terus meningkat
sejalan dengan semakin meningkat kebutuhan lahan sebagai akibat terus
bertambahnya jumlah penduduk.
Menurut Mangun Sukardjo (1994) evaluasi sumberdaya
lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan
untuk berbagai penggunaan. Potensi yang dimaksudkan disini adalah kemampuan
dalam penyediaan dan presarana fisik bangunan untuk mendukung pengembangan
evaluasi kesesuaian lahan, sehingga dalam penelitian ini pariwisata pantai yang
dimaksud tidak mengklasifikasikan jenis pariwisata tertentu. Adapun cara untuk
mengevaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan persayaratan yang diperlukan untuk penggunaan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut. Daerah pantai Srau adalah daerah yang terletak diKabupaten Pacitan dimana daerahnya cukup luas dan potensial untuk dijadikan kawasan pariwisata pantai karena daerah tersebut mempunyai panorama yang cukup menarik. Untuk pengembangan pariwisata didaerah tersebut perlu diteliti tentang kemampuan lahannya untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik bangunan yang salah satunya ditinjau dari aspek fisik lahan. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan lahan untuk mendukung pengembangan pariwisata Pantai Srau Kabupaten Pacitan.
Materi dan Metode
Penelitian ini dilakukan didaerah Pantai Srau Kabupaten Pacitan pada bulan Maret-Mei 2005. Pelaksanaan penelitian secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga) tahap kegiatan:
a.
Tahap sebelum kerja lapangan
Penelitian ini menggunakan pendekatan satuan lahan yang merupakan satu anter kecil yang digunakan dalam pemetaan. Satuan lahan diperoleh dengan cara tumpang susun dari peta satuan bentuk lahan, peta penggunaan lahan dan peta kemiringan lereng (Sunarto, 1991). Pada tahap ini meliputi pengklasifikasian bentuk lahan dan penggunaan lahan dari foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : 50.000 tahun 1954. Klasifikasi bentuk lahan mengacu pada sistem klasifikasi bentuk lahan yang dikemukakan dalam Sutikno (1993) dan Suharsono (1988) dimana pengklasifikasian bentuk lahan berdasarkan pada asal usul proses pembentukannya. Karakteristik bentuk lahan yang digunakan sebagai kriteria utama dalam penarikan batas satuan bentuk lahan adalah keseragaman relief, material dan proses.
b. Tahap kerja lapangan
Pada tahap ini meliputi pengecekan hasil interpetasi dengan cara mencocokkan hasil interpretasi dengan kondisi dilapangan yang dipersyaratkan untuk mengetahui kemampuan lahan untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik bangunan guna mendukung pengembangan pariwisata yang dilakukan pada titik sampling yang mewakili masing-masing satuan lahan. Menurut Sitorus (1985) evaluasi kemampuan lahan sifatnya masih umum, jadi dalam penelitian ini sektor pariwisata yang dimaksud tidak menunjuk pada pariwisata tertentu. Untuk mendapat gambaran tentang kemampuan lahan untuk pengembangan pariwisata dilakukan dengan menilai aspek fisik lahan dimana aspek tersebut mengacu dari pendapat Haryono (1991) adalah sebagai berikut : Kemiringan lereng, didapat dari peta kelerengan Kabupaten Dati II Pacitan tahun 1996; Tingkat erosi permukaan, dilapangan dilihat dari gejala-gejala erosi yang terjadi; Drainase permukaan, diperoleh dari pengamatan lapangan serta wawancara dengan masyarakat setempat.; Kedalaman air tanah, ditentukan dengan mengukur kedalaman air sumur dengan menggunakan pita ukur; teksturtanah, dilakukan dilaboratorium dengan melihat presentasi lempung, debu dan pasir. Kriteria dan pengharkatan dapat dilihat pada Tabel 1,2,3,4,5.
c. Tahapsetelahkerjalapangan
Pada tahap ini meliputi interpretasi ulang dan klasifikasi kemampuan lahan. Klasifikasi kemampuan lahan dilakukan dengan cara menjumlah harkat dari masing-masing parameter. Nilai maksimum yang diperoleh adalah 25, Yaitu hasil penjum lahan dari ke-5 parameter tertinggi dan nilai terendahnya adalah 5, yaitu hasil penjumlahan dari kelima parameter terendah.
Untuk menentukan interval kelas digunakan rumus
Ri = N,
i = intervalkelas,
R = nilai tertinggi – nilai terendah,
N = Jumlah kelas . Dari rumus tersebut diperoleh : I = (25 – 5)/5
= 20/5
= 4
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sagatbaik, kedalaman air tanah kurang dari 0,5 meter, tekstur tanah kasar.
1. Satuan lahan M4 II MLk
Satuan lahan M4 II MLk merupakan satuan lahan yang mempunyai satuan bentuk lahan betinggisik, ke lerengan 3-8 %, jenis tanah mediteran dan penggunaan lahan adalah lahan kosong. Satuan lahan ini terbentuk karena adanya proses sedimentasi yang terus
menerus dan perkembangan pantai kearah laut. Erosi permukaan ringan, drainase permukaan sangat baik, kedalaman air tanah 2,1 meter, tekstur tanah kasar. Daerah penelitian terdapat bentuk anasalmarine dan bentuk anasalsolusional. Berdasarkan topografi, litologi. Daerah penelitian terdapat bentuk anasalmarine dan bentuk anasalsolusional.
2. Satuan lahan K5 II MKc
Berdasarkan topografi, litolog satuan lahan K5 II MKc dan prosesnya, masing-masing bentuk lahan asal di daerah penelitian tersebut dapat diklasifikasikan menjadi satuan bentuk lahan gisik, betinggisik, dataran aluvial karst, perbukitan karst. Sedangkan berdasarkan penggunaan lahan dan kemiringan lereng satuan bentuk lahan didaerah penelitian dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) satuan lahan dengan karakteristik sebagai berikut:
Satuan lahan K5 II MKc merupkan satuan yang Lahan mempunyai satuan bentuk lahan dataran Aluvial karst dengan lereng 3-8 %, jenis tanah mediteran, penggunaan lahan kebun campuran. Satuan lahan ini mempunyai karakteristik erosi permukaan sedang, drainase permukaan sedang, kedalaman air tanah 4 meter, tekstur tanah adalah sedang.
3. Satuan lahan K5 II MPm
Satuan lahan K5 II MPm merupakan satuan lahan yang mempunyai satuan bentuk lahan dataran aluvial karst, memiliki kelerengan 3-8 %, jenis tanah mediteran, penggunaan lahan permukiman. Satuan lahan ini mempunyai karakteristik erosi permukaan ringan, kedalaman air tanah 4 meter, tekstur tanah kasar.
4. Satuan lahan K3 II Mkc
Satuan lahan K3 II Mkc merupakan satuan lahan yang mempunyai satuan bentuk lahan perbukitan karst, mempunyai kelerengan 3-8 %, jenis tanah mediteran,dan penggunaan lahan kebun campur. Satuan lahan ini mempunyai karakteristik erosi permukaan sedang, kedalaman air tanah 3,5 meter, tekstur tanah halus. Untuk jelasnya karakteristik lahan dapat dilihat pada Tabel 7.
Berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan yang diacu, daerah penelitian terdapat 3 (tiga) klasifikasi (Gambar 1 dan Tabel 8), yaitu:
Kemampuan lahan sangat baik (kelas 1). Terdapat pada satuan lahan dengan legenda M4 II MLk dan K5 II MPm. Satuan lahan ini merupakan lokasi yang sangat
Baik untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik bangunan sebagai pendukung pengembangan pariwisata pantai. Hal tersebut disebabkan karena daerah tersebut mempunyai lereng yang landai, drainase permukaan yang baik dan erosi permukaan yang ringan. Menurut Zui dam dan Concelado (1979) kelerengan yang datar sampai landai akan sangat menguntungkan baik dari faktor fisik maupun ekonomi karena tingkat kesulitan yang rendah dalam pekerjaan.
Kemampuan lahan baik (kelas2). Terdapat pada satuan lahan dengan legenda M3 II MLk dan K5 II MKc, yaitu kemampuan lahan dengan sedikit faktor pembatas. Faktor pembatas tersebut adalah kelerengan dan drainase permukaan. Menurut Sutikno (1993) mengatakan bahwa lahan yang mudah tergenang tidak menguntungkan untuk didirikan suatu bangunan.
Kemampuan lahan agak baik (kelas 3). Terdapat pada satuan lahan dengan legenda K3 II MKc, yaitu kemampuan lahan agak baik dengan beberapa faktor pembatas yaitu kelerengan sebesar 3-8 % dan erosi permukaan yang berdasarkan klasifikasi dari Haryono (1991) termasuk dalam kategori sedang untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik bangunan sebagai pendukung pengembangan pariwisata pantai.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Satuan lahan yang mempunyai kelas kemampuan sangat baik untuk mendukung pengembangan pariwisata pantai yaitu : satuan lahan betinggisik dengan lereng 3-8 %, jenis tanah mediteran dan penggunaan lahannya adalah lahan kosong (M4 II MLk). Satuan lahan dataran aluvial karst dengan lereng 3-8 %, jenis tanah mediteran dan penggunaan lahan permukiman (K5 II MPm)
2.
Satuan lahan yang mempunyai kelas kemampuan baik untuk mendukung pengembangan pariwisata terdapat pada satuan lahan gisik dengan lereng 3-8 %, jenis tanah mediteran dan penggunaan lahannya adalah lahan kosong (M3 II MLk) ; satuan dataran aluvial karst dengan lereng 3-8%. Jenis tanah mediteran dengan penggunaan lahan kebun campuran (K5 II MKc).
3.
Satuan lahan yang mempunyai kelas kempuan agak baik untuk mendukung pengembangan pariwisata terhadap pada satuan lahan perbukitan karst dengan lereng 3-8 %, jenis tanah mediteran dan penggunaan lahannya kebun campuran (K3 II MKc)
Daftar Pustaka
Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, 1990. Pokok-Pokok Pikiran Pengembangan dan Pengelolaan Pariwisata. Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Jakarta
Haryono, E. 1991. Potensi Pesisir Kabupaten Banyuwangi dan
Sekitarnya Untuk Pengembangan Kawasan Wisata Alam (Suatu Analisa Geomorfologi). Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
Mangun Sukardjo, K. 1994. Geomorfologi dan Terapan. Fakultas Geomorfologi UGM. Yogyakarta.
Sitorus, S.R.P. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. PT. Tarsito. Banadung
Suharsono. 1988. Identifikasi Bentuk lahan dan Interpretasi Citra Untuk Geomorfologi. PUSPICS – Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
Sunarto. 1991. Geomorfologi Pantai. Disampaikan dalam kursus singkat pengelolaan bangunan pantai. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM. Yogyakarta
Sutikno, 1993. Karakteristik Bentuk Dan Geologi Pantai di Indonesia. Diklat PU. Wilayah III, Direktorat Jendral Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum, Yogyakarta
Yoeti, D.A. 1997. Perencanaan dan Pengembanggan Pariwisata, Cetakan 1. PT. Pradnya paramita, Jakarta
Zuidam, Z. A and Concelado, F.I. 1979. Terrains Analysis and Classification Using Areal Photographs. Enschede, ITC, The Netherlands
Isi Jurnal lebih lengkap seperti Lampiran Jurnal dibawah Klik Link dibawah ini :
Enjoy it minnasan~ :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar